SiiiPH!
Terdengar lantunan ayat suci Al-Quran di sepanjang jalan Banyuwangi - Surabaya, dan terus menerjang genderang telinga yang siap menerima apa saja yang menerpanya. Hati berdebar saat mendengar itu semua. Bulu berdiri tanpa ada yang memerintahnya. Ada apa gerangan?
Aku terus melanjutkan perjalananku yang masih tersisa 217 km jauhnya. Lelah memang terus melanda, tapi guyuran hujan membuat semua itu jadi sirna. Kelelahan mencair bersama setiap tetesan air hujan yang membasahi tubuh ini. Teruslah aku berkendara dengan sebuah kendaraan hasil ciptaan manusia. Sebuah hasil pemikiran yang merupakan bentuk pengembangan dari apa yang sudah ada. Maka perlu kita memberikan acungan beribu jempol kepada para pencipta kendaraan itu, sudahkah kita memberikan acungan jempol pada mereka?
Tak terasa guyuran hujan menemaniku sampai sejauh ini.
“Hei, Hujan. Apa kau tidak lelah menemaniku sampai sejauh ini?”
Apa yang aku rasa saat ini hanyalah kelelahan, tetapi hal ini tidak berarti apapun bagi sang hujan. Hebat sekali ya dia. Sungguh ciptaan-Mu yang sangat luar bisa estetikanya. Aku terus saja terpesona melihat kelokan sang hujan. Setiap tetesannya membawa sejuta atau bahkan trilyunan kehidupan dan tentunya juga hujan menciptakan sebuah kehidupan. Bagaimana jika tidak ada hujan? Pasti jawabannya, Huh!
Lantunan ayat suci Al-Quran masih tetap berkumandang bagaikan sang hujan yang tak pernah lelah. Maaf dalah hal ini siapa yang tak kenal lelah? Ayat sucinya ata pelantun ayat sucinya. Menurutku semuanya sama saja, hanya yang membedakan jenisnya. Ayat suci ialah benda mati yang dapat menghidupkan benda hidup, tetapi belum tentu pelantun yang merupakan benda hidup bisa menghidupkan benda mati. Tambah rumit ya pemikiran tentang mati dan hidup, lebih baik kita serahkan pada-Nya saja.
Sesekali dalam lantunan ayat suci Al-Quran tersebut terdengar sepercik, eh salah yang lebih benar setumpah, eitz, mana bisa kata-kata bisa tumpah, yang terpenting ini hanya pengandaian. Stop! Sesekali terdengar suara manusia yang sedang meminta sesuatu hal yang intinya meminta amal (kurang lebih begitu karena saya orang Jawa yang tidak paham sama sekali bahasa Madura, karena suara yang terdengar tadi bentuk pengujarannya dalam bahasa Madura).
Mereka berpakaian lengkap layaknya seperti orang yang ingin menunaikan apa yang diajarkan Islam. Tua-muda, laki-laki dan perempuan semua tampak di situ. Ngilu rasanya hati ini melihat dan mendengar itu semua. Semakin prihatin badan ini (badan Islam) terhadap hal itu. air hujan yang terus menemani tampaknya tak lagi bisa menghibur diri ini lagi seperti yang dilakukannya 115 km yang lalu. Apa yang terjadi pada agamaku, mengapa seperti ini. Bagaimana jika hal ini dilihat oleh agama lain. Apa yang akan mereka katakan. Akankah mereka mengatakan, Upz apa yang mereka lakukan, masak ingin bangun tempat beribadah sendiri harus minta orang lain, makanya kalau nggak punya dana nggak usah macam-macam. Apa mungkin perkataan seperti itu yang akan muncul dari benak setiap orang warga non-muslim yang lewat. Ya Allah apa yang terjadi pada umatmu.
Untaian luka telah menyelimuti tubuh ini, mendengar lantunan ayat suci Al-Quran yang tak lagi menentramkan hati dan tubuh ini tetapi keberadaannya malah menyiksa. Aduh, apakah saya dosa mengucapkan hal seperti ini, tetapi memang ini yang saya rasakan pada orang-orang yang melakukan hal itu. Sempat dalam benak saya terpikir apa mereka tidak mikir apa atas akibat perbuatan mereka.
Sekarang kita berikan sebuah penilaian atas peristiwa seperti itu. Kita memang tidak asing dengan kejadian yang telah saya uraikan di atas. Banyak sekali di Jawa Timur (mungkin di wilayah lain juga ada) hal-hal seperti ini terlihat. Mereka (oknum pengadaan amal liar) merasa bangga atau merasa bersalah atas apa yang mereka lakukan. Merasa bangga karena, mereka dapat terlihat khalayak umum, maksudnya kerja mereka akan terlihat umum dan apa yang mereka kerjakan (umumnya pembangunan tempat beribadah) dapat dilihat banyak orang, secara otomatis semakin meningkat pula eksistensi wilayah tersebut. Merasa bersalah karena kegiatan seperti itu akan membawa sebuah dampak yang sabgat fatal bagi Islam sendiri yaitu, kegiatan tersebut sama saja dengan merendahkan agamanya sendiri bukan malah mempertinggi derajat agamanya. Memang kita ketahui bahwa agama di dunia ini sama, tidak ada yang lebih tinggi dan lebih rendah (hakikat agama sebenarnya) tetapi rendah-tingginya derajat sebuah agama tercipta karena manusia yang menjadi penganutnya yang membuat ada. Jadi menurut pemikiran saya sebagai makhluk Allah yang melihat dari sisi rendah tingginya sebuah derajat agama, kegiatan seperti ini bukan mempertinggi derajat agama islam, tetapi merendahkan agama islam. Oknum-oknum tersebut dengan lantang dan tanpa dosa (karena dosa tidak terlihat dari raut muka) meminta sumbangan kepada setiap pengendara yang melewati daerah amal tersebut.
Mengapa mereka tidak memandang ke depan? Menurut saya lagi mereka hanya mengutamakan gengsi, di mana mereka beranggapan bahwa desa atau daerah yang bagus akan terlihat dari bentuk tempat beribadah yng indah dan banyak. Kata banyak memang sangat unik sekali, tetapi memang itu yang terjadi sekarang ini. Sebagai contoh, pernah saya melintas di kota X, secara tidak sadar saya tiba-tiba mengantuk dan hampir menabrak seorang tukang becak yang sedang mengatuh becaknya dengan santai. Akhirnya saya putuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah masjid. Setelah selesai shalat dan beristirahat saya kembali melanjutkan perjalanan. Tidak sampai 100 m saya kembali melihat masjid yang sangat indah, kemudia perjalanan sampai sekitar 350 m terdapat sebuah mushola yang juga indah. Dalam perjalanan tersebut saya terus berpikir, sebenarnya pa yang mereka inginkan dari ini semua, gengsi, ketekunan beribadah, atau kemudahan beribadah? Intinya buat apa ada banyak tempat beribadah kalau tidak ada yang menggunakannya sebagai media berkomunikasi dengan Allah SWT.
Bagaimana dengan Anda, merasa prihatinkah Anda terhadap hal-hal seperti itu? apa yang akan Anda lakukan bila melihat hal seperti itu? itu semua bergantung bagaimana cara Anda menyikapi hal tersebut. Yang perlu diingat ialah, jika anda seorang yang beragama gunakanlah cara yang berguna dan bermanfaat yang nantinya menegakkan tiang agama itu. Jika pemikiran Anda tidak sesuai dengan pemikiran ini, lihat dulu dari sudut mana pemikiran Anda tercipta? Dan ketahuilah otak manusia diciptakan tidak hanya satu tetapi tak terhingga banyaknya.
Aku terus melanjutkan perjalananku yang masih tersisa 217 km jauhnya. Lelah memang terus melanda, tapi guyuran hujan membuat semua itu jadi sirna. Kelelahan mencair bersama setiap tetesan air hujan yang membasahi tubuh ini. Teruslah aku berkendara dengan sebuah kendaraan hasil ciptaan manusia. Sebuah hasil pemikiran yang merupakan bentuk pengembangan dari apa yang sudah ada. Maka perlu kita memberikan acungan beribu jempol kepada para pencipta kendaraan itu, sudahkah kita memberikan acungan jempol pada mereka?
Tak terasa guyuran hujan menemaniku sampai sejauh ini.
“Hei, Hujan. Apa kau tidak lelah menemaniku sampai sejauh ini?”
Apa yang aku rasa saat ini hanyalah kelelahan, tetapi hal ini tidak berarti apapun bagi sang hujan. Hebat sekali ya dia. Sungguh ciptaan-Mu yang sangat luar bisa estetikanya. Aku terus saja terpesona melihat kelokan sang hujan. Setiap tetesannya membawa sejuta atau bahkan trilyunan kehidupan dan tentunya juga hujan menciptakan sebuah kehidupan. Bagaimana jika tidak ada hujan? Pasti jawabannya, Huh!
Lantunan ayat suci Al-Quran masih tetap berkumandang bagaikan sang hujan yang tak pernah lelah. Maaf dalah hal ini siapa yang tak kenal lelah? Ayat sucinya ata pelantun ayat sucinya. Menurutku semuanya sama saja, hanya yang membedakan jenisnya. Ayat suci ialah benda mati yang dapat menghidupkan benda hidup, tetapi belum tentu pelantun yang merupakan benda hidup bisa menghidupkan benda mati. Tambah rumit ya pemikiran tentang mati dan hidup, lebih baik kita serahkan pada-Nya saja.
Sesekali dalam lantunan ayat suci Al-Quran tersebut terdengar sepercik, eh salah yang lebih benar setumpah, eitz, mana bisa kata-kata bisa tumpah, yang terpenting ini hanya pengandaian. Stop! Sesekali terdengar suara manusia yang sedang meminta sesuatu hal yang intinya meminta amal (kurang lebih begitu karena saya orang Jawa yang tidak paham sama sekali bahasa Madura, karena suara yang terdengar tadi bentuk pengujarannya dalam bahasa Madura).
Mereka berpakaian lengkap layaknya seperti orang yang ingin menunaikan apa yang diajarkan Islam. Tua-muda, laki-laki dan perempuan semua tampak di situ. Ngilu rasanya hati ini melihat dan mendengar itu semua. Semakin prihatin badan ini (badan Islam) terhadap hal itu. air hujan yang terus menemani tampaknya tak lagi bisa menghibur diri ini lagi seperti yang dilakukannya 115 km yang lalu. Apa yang terjadi pada agamaku, mengapa seperti ini. Bagaimana jika hal ini dilihat oleh agama lain. Apa yang akan mereka katakan. Akankah mereka mengatakan, Upz apa yang mereka lakukan, masak ingin bangun tempat beribadah sendiri harus minta orang lain, makanya kalau nggak punya dana nggak usah macam-macam. Apa mungkin perkataan seperti itu yang akan muncul dari benak setiap orang warga non-muslim yang lewat. Ya Allah apa yang terjadi pada umatmu.
Untaian luka telah menyelimuti tubuh ini, mendengar lantunan ayat suci Al-Quran yang tak lagi menentramkan hati dan tubuh ini tetapi keberadaannya malah menyiksa. Aduh, apakah saya dosa mengucapkan hal seperti ini, tetapi memang ini yang saya rasakan pada orang-orang yang melakukan hal itu. Sempat dalam benak saya terpikir apa mereka tidak mikir apa atas akibat perbuatan mereka.
Sekarang kita berikan sebuah penilaian atas peristiwa seperti itu. Kita memang tidak asing dengan kejadian yang telah saya uraikan di atas. Banyak sekali di Jawa Timur (mungkin di wilayah lain juga ada) hal-hal seperti ini terlihat. Mereka (oknum pengadaan amal liar) merasa bangga atau merasa bersalah atas apa yang mereka lakukan. Merasa bangga karena, mereka dapat terlihat khalayak umum, maksudnya kerja mereka akan terlihat umum dan apa yang mereka kerjakan (umumnya pembangunan tempat beribadah) dapat dilihat banyak orang, secara otomatis semakin meningkat pula eksistensi wilayah tersebut. Merasa bersalah karena kegiatan seperti itu akan membawa sebuah dampak yang sabgat fatal bagi Islam sendiri yaitu, kegiatan tersebut sama saja dengan merendahkan agamanya sendiri bukan malah mempertinggi derajat agamanya. Memang kita ketahui bahwa agama di dunia ini sama, tidak ada yang lebih tinggi dan lebih rendah (hakikat agama sebenarnya) tetapi rendah-tingginya derajat sebuah agama tercipta karena manusia yang menjadi penganutnya yang membuat ada. Jadi menurut pemikiran saya sebagai makhluk Allah yang melihat dari sisi rendah tingginya sebuah derajat agama, kegiatan seperti ini bukan mempertinggi derajat agama islam, tetapi merendahkan agama islam. Oknum-oknum tersebut dengan lantang dan tanpa dosa (karena dosa tidak terlihat dari raut muka) meminta sumbangan kepada setiap pengendara yang melewati daerah amal tersebut.
Mengapa mereka tidak memandang ke depan? Menurut saya lagi mereka hanya mengutamakan gengsi, di mana mereka beranggapan bahwa desa atau daerah yang bagus akan terlihat dari bentuk tempat beribadah yng indah dan banyak. Kata banyak memang sangat unik sekali, tetapi memang itu yang terjadi sekarang ini. Sebagai contoh, pernah saya melintas di kota X, secara tidak sadar saya tiba-tiba mengantuk dan hampir menabrak seorang tukang becak yang sedang mengatuh becaknya dengan santai. Akhirnya saya putuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah masjid. Setelah selesai shalat dan beristirahat saya kembali melanjutkan perjalanan. Tidak sampai 100 m saya kembali melihat masjid yang sangat indah, kemudia perjalanan sampai sekitar 350 m terdapat sebuah mushola yang juga indah. Dalam perjalanan tersebut saya terus berpikir, sebenarnya pa yang mereka inginkan dari ini semua, gengsi, ketekunan beribadah, atau kemudahan beribadah? Intinya buat apa ada banyak tempat beribadah kalau tidak ada yang menggunakannya sebagai media berkomunikasi dengan Allah SWT.
Bagaimana dengan Anda, merasa prihatinkah Anda terhadap hal-hal seperti itu? apa yang akan Anda lakukan bila melihat hal seperti itu? itu semua bergantung bagaimana cara Anda menyikapi hal tersebut. Yang perlu diingat ialah, jika anda seorang yang beragama gunakanlah cara yang berguna dan bermanfaat yang nantinya menegakkan tiang agama itu. Jika pemikiran Anda tidak sesuai dengan pemikiran ini, lihat dulu dari sudut mana pemikiran Anda tercipta? Dan ketahuilah otak manusia diciptakan tidak hanya satu tetapi tak terhingga banyaknya.
Label: Amal di Jalan
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)