SiiiPH!

Google

Dasar Nasib

Ketika malam menjelang, sang surya tak akan lagi menampakkan lagi sinarnya. Demikian juga hal ini bersangkut paut dengan keajaiban alam. Bagaimana bisa terciptanya longsor, gempa bumi, bahkan angin topan sekali pun. Kepahitan hati semakin terasa saat keindahan alam ini direnggut oleh kemunafikan manusia akan apa yang menjadi tempat tinggalnya dan atas apa yang dilihatnya, serta atas apa yang menjadi penghidupannya. Alasan mereka tidak lain ialah membuat asap dapur mereka tetap mengeul. Memang sebuah alasan yang sangat masuk akal, tetapi alasan tersebut terkesan dibuat-dibuat adanya. Pertama, apa hanya dengan alam mereka bisa makan, bagaimana sekarang kalau alam yang mereka anggap sebagai penghasil kepulan dapur mereka habis? Pasti mereka tidak akan bisa menjawab, mungkin saja hanya sebuah kata yang terdengar agak bergumam, tetapi sebenarnya memang bergumam. Kedua, bagaimana jadinya jika nanti saat alam ini dihuni oleh anak cucu kita, apa yang dapat mereka lihat mungkin tidak ada lagi yang namanya hutan belantara semua itu nantinya akan berganti dengan hutan beton belantara (bangunan-bangunan pencakar langit). Naas sekali nasib bumi kita ini.

Terdengar sebuah nyanyian dengan lantunan yang sedikit sayup-sayup terdengar.

“Apa Nadia sudah akad nikahan ya?”

“Saya ndak tahu Mbak Yu.”

“La kok bisa lo?”

“Entahlah Mbak Yu?”

0 Comments:

Post a Comment