SiiiPH!

Google

Contoh Curiculum Vitae

CURICULUM VITAE



Tentang saya:

Saya ialah seorang anak manusia yang terlahir sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Saya terlahir dari rahim Ibu Sriatin. Saya bertempat tinggal di Banyuwangi, di Surabaya saya menempuh gelar sarjana, karena hal itu merupakan jalur untuk melihat dunia. Jurusan bahasa dan satra Indonesia ialah sebuah jurusan yang saya pilih untuk mengembangkan ilmu yang saya miliki.


Alamat saya di Surabaya

Jln. Lidah Wetan No. 36 Surabaya

Telp. 031-7522 409

Hp. 085 649 445 361

Pendidikan saya:

  1. SD Negeri 1 Pengatigan (Banyuwangi)

  2. SMP Negeri 1 Rogojampi (Banyuwangi)

  3. SMA Negeri 2 Genteng (Banyuwangi)

  4. Sekarang sudah menempuh semester kedelapan, di Unesa (Universitas Negeri Surabaya)


Hobi saya:

Saya ialah manusia biasa yang tak akan pernah ada bila tak ada yang mendukungnya. Penjelasan berkenaan tentang kegemaran saya dalam menggapai berbagai warna kehidupan, antara lain:

  1. Renang, mengapa saya suka renang? Karena ayah saya Bpk. Suseno ialah seorang pelatih renang, jadi setiap anggota keluarga diwajibkan bisa renang

  2. Basket, mengapa saya suka basket? Karena basket ialah sebuah permainan yang memerlukan ekstra keringat daripada sepak bola

  3. OL (OnLine) dalam internet, saya tidak sanggup kalau harus berjauh-jauh dengan internet. Boleh dikatan saya ialah netter sejati, hampir setiap hari saya OnLine. Kegiatan saya saat OnLine banyak sekali, mulai dari mendownload sebuah program komputer, berinteraksi dengan netter lain lewat sebuah forum atau chatting, atau bahkan meng-update blog yang saya miliki


Kemampuan saya:

Kembali lagi seperti sedia kala, saya ialah seorang manusia, layaknya manusia yang lainnya, tetapi saya mempunyai sedikit perbedaan yang dapat menunjukkan bahwa itu saya. Kemampuan yang saya miliki, antara lain:

  1. dapat mengoperasikan komputer

  2. dapat membuat sebuah desain (gambar)

  3. dan yang terakhir, dapat melakukan pekerjaan yang orang lain tidak dapat melakukannya, tentunya bukanlah sebuah pekerjaan yang ekstrem bagi saya.


Prestasi saya:

Saya bukanlah manusia dengan bayak prestasi, prestasi yang menurut saya dapat membuat bangga diri saya sendiri ialah, pada FSS 2007 (Festival Seni Surabaya) saya turut menjadi bagian di dalamnya, sehingga dapat berkenalan secara dekat dengan para tamu penyajinya.


Pengalaman saya:

Untuk bagian ini tidak ada yang dapat saya katakan, karena pengalaman yang berarti berkaitan dengan pebuah pekerjaan belum pernah saya dapatkan. Hanya ada satu, yaitu dalam FSS 2007.


Data yang saya buat mengenai semua yang dituliskan di atas ialah benar adanya, jika terdapat sebuah kesalahan maka saya dapat menerima sangsi sebagai manusia yang taat hukum.

Atas perhatiannya saya sampaikan terima kasih.



Surabaya, 17 Februari 2008







Norief Warisman


Contoh Surat Lamaran



Surabaya, 17 Februari 2008

No : -

Lamp : 5 lembar

Hal : Lamaran kerja


Kepada Yth.

Bapak / Ibu Pimpinan After 5

Jln. Taman Ciputra, Area G Walk food center

Surabaya


Dengan hormat,


Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Norief Warisman

Tempat dan tanggal lahir : Banyuwangi, 01 Juni 1986

Alamat : Surabaya, Jln. Lidah Wetan No.36

Telp. (031) 7522 409

Hp. 085 649 445 361

Email: yeye_kuruz@yahoo.com

Jenis kelamin : Laki-laki

Status : Mahasiswa

Pendidikan : Sedang menempuh semester 8, Unesa


Dengan segala kemampuan yang saya miliki, mohon Bapak/ Ibu Pimpinan After 5, dapat mempertimbangkan saya untuk dijadikan salah satu karyawan dalam perusahaan Bapak/ Ibu.

Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami lampirkan:


  1. Fotocopy ijazah pendidikan terakhir (SMA)

  2. Fotocopy KTP

  3. Curiculum Vitae

  4. Pas foto 2 lembar


Harapan saya ialah dapat diterima di perusahaan Bapak/ Ibu Pimpin. Kabar baik dari Bapak/ Ibu berkenaan diterimanya saya sebagai salah satu karyawan After 5 senantiasa saya tunggu.

Atas perhatian Bapak/ Ibu saya sampaikan terima kasih.




Hormat saya,





Norief Warisman

Guru Harus Maju



Bagaimana nasib para siswa jika saja gurunya ialah seorang yang JaDul (Jaman Dulu), di sini maksudnya bukan JaDul penampilannya tetapi cara berpikir dan seluruh kemampuannya. Mungkin hal itu akan membuat siswa menjadi bosan, kenapa? Karena siswa sekarang lebih pintar, karena apa? Karena keingintahuan siswa terhadap teknologi yang sedang berkembang pesat.

Pernah saya mersakan hal itu sendiri. Yaitu dimana dosen saya tidak mengetahui apa yang dinamakan Blog (weblog). Padahal istilah itu bukanlah istilah yang jarang didengarkan dimasyarakat, tetapi saban hari pasti banyak diperbincangkan ditengah masyarakat. Nah, sekarang siswa mana yang menganggap gurunya ialah seorang yang pintar kalau nyatanya seperti itu.

Guru yang profesional memang sangat diperlukan untuk mencapai sumber daya manusia yang berdaya tahan maksimal. Tetapi saat ini kayaknya guru malah dijadikan sebagai lahan pekerjaan. Karena hal itulah maka cara mengajar mereka selalu kuno, alias tidak Up To Date. Hal tersebut sebenarnya bisa dirubah, tetapi semua itu bergantung pada pribadi masing-masing. Apakah dia mau berubah atau tidak.

Internet merupakan salah satu media penambah wawasan yang sangat enak untuk dimanfaatkan. Di mana dengan internet kita bisa menjelajah seluruh isi dunia dalam hitungan detik, serta tidak membutuhkan banyak biaya, apalagi kalau ada fasilitas Wifi gratis.

Memang tidak melulu dengan internet kita dapat menambah wawasan, tetapi dengan semua hal yang ada di dunia ini. Tetapi hal itu kembali pada pribadi masing-masing guru, apakah guru tersebut kreatif ataukah tidak.

Kreatifitas memang sangat diperlukan oleh seorang guru. Dengan tingkat kreatifitas yang tinggi maka akan berimbas pada cara mengajarnya, di mana selalu ada yang terbaru dan tentunya semakin mempermudah proses belajar mengajar.

Tetapi zaman sekarang ini masih banyak guru-guru yang tetap menerapkan teori lama sebagai teknik mengajar mereka, yaitu teknik yang membuat siswa menjadi bosan saat proses belajar mengajar. Di daerah-daerah juga masih banyak guru yang sama sekali tidak bisa mengoperasikan komputer, nah apalagi internet. Jadi jika dalam setiap daerah rajin menggelar workshop pelatihan yang berkenaan dengan meningkatkan kekreatifitasan guru, maka hal itu akan menjadikan guru sebagai sebuah manusia yang memberikan jasanya dengan maksimal serta sesuai dengan perannya sebagai menjadikan manusia lebih pintar. Dalam istilah Jawa guru berarti digugu lan ditiru (dipatuhi dan dicontoh), berdasarkan perumpamaan Jawa tersebut dapat diketahui bahwa seorang guru memang dituntut untuk mengetahui hal-hal lebih dahulu sebelum muridnya (orang yang pintar). Sebenarnya orang yang pintar ialah orang yang lebih dahulu tahu.



Apa Sih Wong Using?

Jaran ucul
senggrang-senggrang suarane
............

Petetan yo kembang petetan
...................

Usum-usum layangan
Bolak digelas, gawe bendhetan
aran ganjur dowo-dowoan
sangkange marang wit-witan
..............................

Pernahkah mendengar lagu-lagu tersebut?

Lagu-lagu tersebut merupakan lirik dari lagu-lagu kendang kempul berbahasa Banyuwangi. Memang benar adanya kalau musik Banyuwangi nampaknya telah banyak dikenal masyarakat pada umumnya.

Banyak istilah yang ditujukan untuk masyarakat Banyyuwangi, tetapi yang selalu melekat pada masyarakat Banyuwangi yaitu suku Using. Using dalam bahasa Banyuwangi berarti "bukan" jadi kalau diterjemahkan ke dalan Bahasa Indonesia yang disempurnakan (heheheh) berarti suku Bukan donk?

_____________________

Halah, kata Shakspeare apalah arti sebuah nama, padahal pendapat etrsebut menurut saya salah. Bayangkan kalau kita semua (manusia) tidak mempunyai nama, bagaimana jika kita akan memanggi si A, ribet kan?
Tapi bagaimapun juga kita harus mengahargai pendapat seseorang!

Kita kembali kepermasalahan,
suku Using ialah suku asli Banyuwangi, tetapi yang patut diperhatikan ialah perkembangan bahasa Using itu sendiri yang mulai agak melempem. Bagaimana tidak melempem, para orangtua berlomba-lomba membekali anaknya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu (bahasa pertama). Sebenarnya baik jika membekali anak dengan bahasa Negara, tetapi kalau tidak tepat dengan situasi yang jadi malah memperburuk budaya sendiri.

Orang Using di Banyuwangi memang menmpati urutan pertama dalam wilayah penempatan, tetapi kalau berkaitan dengan bahasa yang digunakan sebagai bahas pengantar sehari-hari bahasa Using masih kalah dengan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.

Berikut ini ialah daerah-daerah yang masih menggunakan bahasa Using sebagai bahasa percakan sehari-hari.

  • Kecamatan Rogojampi
  • Kecamatan Kabat
  • Kecamatan Gambiran (tetapi separo mengunakan bahasa Jawa)
  • Kecamatan Songgon
  • Kecamatan Banyuwangi
  • Kecamatan Licin
  • dan desa-desa yang masih ada di pelosok-pelosok
daerah yang menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa sehari-hari ialah:
  • Kecamatan Genteng
  • Kecamatan Benculuk
  • Kecamatan Srono
  • Kecamatan Tegaldlimo
  • pokoknya daerah-daerah yang berada di selatan kabupaten Banyuwangi kecuali kecamatan Muncar
daerah yang menggunakan bahasa madura sebagai bahasa sehari-hari ialah:
  • Kecamatan Glenmore
  • Kecamatan Sumber Wadung
  • Kecamatan Kalibaru
  • Kecamatan Muncar
Banyuwangi memang mempunyai banyak budaya. Tetapi budaya Banyuwangi (budaya using) merupakan perpaduan antara budaya Bali, Jawa dan Madura.

Sumbangan (Amal) di Jalan

Terdengar lantunan ayat suci Al-Quran di sepanjang jalan Banyuwangi - Surabaya, dan terus menerjang genderang telinga yang siap menerima apa saja yang menerpanya. Hati berdebar saat mendengar itu semua. Bulu berdiri tanpa ada yang memerintahnya. Ada apa gerangan?
Aku terus melanjutkan perjalananku yang masih tersisa 217 km jauhnya. Lelah memang terus melanda, tapi guyuran hujan membuat semua itu jadi sirna. Kelelahan mencair bersama setiap tetesan air hujan yang membasahi tubuh ini. Teruslah aku berkendara dengan sebuah kendaraan hasil ciptaan manusia. Sebuah hasil pemikiran yang merupakan bentuk pengembangan dari apa yang sudah ada. Maka perlu kita memberikan acungan beribu jempol kepada para pencipta kendaraan itu, sudahkah kita memberikan acungan jempol pada mereka?
Tak terasa guyuran hujan menemaniku sampai sejauh ini.

“Hei, Hujan. Apa kau tidak lelah menemaniku sampai sejauh ini?”
Apa yang aku rasa saat ini hanyalah kelelahan, tetapi hal ini tidak berarti apapun bagi sang hujan. Hebat sekali ya dia. Sungguh ciptaan-Mu yang sangat luar bisa estetikanya. Aku terus saja terpesona melihat kelokan sang hujan. Setiap tetesannya membawa sejuta atau bahkan trilyunan kehidupan dan tentunya juga hujan menciptakan sebuah kehidupan. Bagaimana jika tidak ada hujan? Pasti jawabannya, Huh!

Lantunan ayat suci Al-Quran masih tetap berkumandang bagaikan sang hujan yang tak pernah lelah. Maaf dalah hal ini siapa yang tak kenal lelah? Ayat sucinya ata pelantun ayat sucinya. Menurutku semuanya sama saja, hanya yang membedakan jenisnya. Ayat suci ialah benda mati yang dapat menghidupkan benda hidup, tetapi belum tentu pelantun yang merupakan benda hidup bisa menghidupkan benda mati. Tambah rumit ya pemikiran tentang mati dan hidup, lebih baik kita serahkan pada-Nya saja.

Sesekali dalam lantunan ayat suci Al-Quran tersebut terdengar sepercik, eh salah yang lebih benar setumpah, eitz, mana bisa kata-kata bisa tumpah, yang terpenting ini hanya pengandaian. Stop! Sesekali terdengar suara manusia yang sedang meminta sesuatu hal yang intinya meminta amal (kurang lebih begitu karena saya orang Jawa yang tidak paham sama sekali bahasa Madura, karena suara yang terdengar tadi bentuk pengujarannya dalam bahasa Madura).
Mereka berpakaian lengkap layaknya seperti orang yang ingin menunaikan apa yang diajarkan Islam. Tua-muda, laki-laki dan perempuan semua tampak di situ. Ngilu rasanya hati ini melihat dan mendengar itu semua. Semakin prihatin badan ini (badan Islam) terhadap hal itu. air hujan yang terus menemani tampaknya tak lagi bisa menghibur diri ini lagi seperti yang dilakukannya 115 km yang lalu. Apa yang terjadi pada agamaku, mengapa seperti ini. Bagaimana jika hal ini dilihat oleh agama lain. Apa yang akan mereka katakan. Akankah mereka mengatakan, Upz apa yang mereka lakukan, masak ingin bangun tempat beribadah sendiri harus minta orang lain, makanya kalau nggak punya dana nggak usah macam-macam. Apa mungkin perkataan seperti itu yang akan muncul dari benak setiap orang warga non-muslim yang lewat. Ya Allah apa yang terjadi pada umatmu.

Untaian luka telah menyelimuti tubuh ini, mendengar lantunan ayat suci Al-Quran yang tak lagi menentramkan hati dan tubuh ini tetapi keberadaannya malah menyiksa. Aduh, apakah saya dosa mengucapkan hal seperti ini, tetapi memang ini yang saya rasakan pada orang-orang yang melakukan hal itu. Sempat dalam benak saya terpikir apa mereka tidak mikir apa atas akibat perbuatan mereka.

Sekarang kita berikan sebuah penilaian atas peristiwa seperti itu. Kita memang tidak asing dengan kejadian yang telah saya uraikan di atas. Banyak sekali di Jawa Timur (mungkin di wilayah lain juga ada) hal-hal seperti ini terlihat. Mereka (oknum pengadaan amal liar) merasa bangga atau merasa bersalah atas apa yang mereka lakukan. Merasa bangga karena, mereka dapat terlihat khalayak umum, maksudnya kerja mereka akan terlihat umum dan apa yang mereka kerjakan (umumnya pembangunan tempat beribadah) dapat dilihat banyak orang, secara otomatis semakin meningkat pula eksistensi wilayah tersebut. Merasa bersalah karena kegiatan seperti itu akan membawa sebuah dampak yang sabgat fatal bagi Islam sendiri yaitu, kegiatan tersebut sama saja dengan merendahkan agamanya sendiri bukan malah mempertinggi derajat agamanya. Memang kita ketahui bahwa agama di dunia ini sama, tidak ada yang lebih tinggi dan lebih rendah (hakikat agama sebenarnya) tetapi rendah-tingginya derajat sebuah agama tercipta karena manusia yang menjadi penganutnya yang membuat ada. Jadi menurut pemikiran saya sebagai makhluk Allah yang melihat dari sisi rendah tingginya sebuah derajat agama, kegiatan seperti ini bukan mempertinggi derajat agama islam, tetapi merendahkan agama islam. Oknum-oknum tersebut dengan lantang dan tanpa dosa (karena dosa tidak terlihat dari raut muka) meminta sumbangan kepada setiap pengendara yang melewati daerah amal tersebut.

Mengapa mereka tidak memandang ke depan? Menurut saya lagi mereka hanya mengutamakan gengsi, di mana mereka beranggapan bahwa desa atau daerah yang bagus akan terlihat dari bentuk tempat beribadah yng indah dan banyak. Kata banyak memang sangat unik sekali, tetapi memang itu yang terjadi sekarang ini. Sebagai contoh, pernah saya melintas di kota X, secara tidak sadar saya tiba-tiba mengantuk dan hampir menabrak seorang tukang becak yang sedang mengatuh becaknya dengan santai. Akhirnya saya putuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah masjid. Setelah selesai shalat dan beristirahat saya kembali melanjutkan perjalanan. Tidak sampai 100 m saya kembali melihat masjid yang sangat indah, kemudia perjalanan sampai sekitar 350 m terdapat sebuah mushola yang juga indah. Dalam perjalanan tersebut saya terus berpikir, sebenarnya pa yang mereka inginkan dari ini semua, gengsi, ketekunan beribadah, atau kemudahan beribadah? Intinya buat apa ada banyak tempat beribadah kalau tidak ada yang menggunakannya sebagai media berkomunikasi dengan Allah SWT.

Bagaimana dengan Anda, merasa prihatinkah Anda terhadap hal-hal seperti itu? apa yang akan Anda lakukan bila melihat hal seperti itu? itu semua bergantung bagaimana cara Anda menyikapi hal tersebut. Yang perlu diingat ialah, jika anda seorang yang beragama gunakanlah cara yang berguna dan bermanfaat yang nantinya menegakkan tiang agama itu. Jika pemikiran Anda tidak sesuai dengan pemikiran ini, lihat dulu dari sudut mana pemikiran Anda tercipta? Dan ketahuilah otak manusia diciptakan tidak hanya satu tetapi tak terhingga banyaknya.

Dasar Nasib

Ketika malam menjelang, sang surya tak akan lagi menampakkan lagi sinarnya. Demikian juga hal ini bersangkut paut dengan keajaiban alam. Bagaimana bisa terciptanya longsor, gempa bumi, bahkan angin topan sekali pun. Kepahitan hati semakin terasa saat keindahan alam ini direnggut oleh kemunafikan manusia akan apa yang menjadi tempat tinggalnya dan atas apa yang dilihatnya, serta atas apa yang menjadi penghidupannya. Alasan mereka tidak lain ialah membuat asap dapur mereka tetap mengeul. Memang sebuah alasan yang sangat masuk akal, tetapi alasan tersebut terkesan dibuat-dibuat adanya. Pertama, apa hanya dengan alam mereka bisa makan, bagaimana sekarang kalau alam yang mereka anggap sebagai penghasil kepulan dapur mereka habis? Pasti mereka tidak akan bisa menjawab, mungkin saja hanya sebuah kata yang terdengar agak bergumam, tetapi sebenarnya memang bergumam. Kedua, bagaimana jadinya jika nanti saat alam ini dihuni oleh anak cucu kita, apa yang dapat mereka lihat mungkin tidak ada lagi yang namanya hutan belantara semua itu nantinya akan berganti dengan hutan beton belantara (bangunan-bangunan pencakar langit). Naas sekali nasib bumi kita ini.

Terdengar sebuah nyanyian dengan lantunan yang sedikit sayup-sayup terdengar.

“Apa Nadia sudah akad nikahan ya?”

“Saya ndak tahu Mbak Yu.”

“La kok bisa lo?”

“Entahlah Mbak Yu?”

Guru Kudu Maju

Bagaimana nasib para siswa jika saja gurunya ialah seorang yang JaDul (Jaman Dulu), di sini maksudnya bukan JaDul penampilannya tetapi cara berpikir dan seluruh kemampuannya. Mungkin hal itu akan membuat siswa menjadi bosan, kenapa? Karena siswa sekarang lebih pintar, karena apa? Karena keingintahuan siswa terhadap teknologi yang sedang berkembang pesat.


Pernah saya mersakan hal itu sendiri. Yaitu dimana dosen saya tidak mengetahui apa yang dinamakan Blog (weblog). Padahal istilah itu bukanlah istilah yang jarang didengarkan dimasyarakat, tetapi saban hari pasti banyak diperbincangkan ditengah masyarakat. Nah, sekarang siswa mana yang menganggap gurunya ialah seorang yang pintar kalau nyatanya seperti itu.


Guru yang profesional memang sangat diperlukan untuk mencapai sumber daya manusia yang berdaya tahan maksimal. Tetapi saat ini kayaknya guru malah dijadikan sebagai lahan pekerjaan. Karena hal itulah maka cara mengajar mereka selalu kuno, alias tidak Up To Date. Hal tersebut sebenarnya bisa dirubah, tetapi semua itu bergantung pada pribadi masing-masing. Apakah dia mau berubah atau tidak.


Internet merupakan salah satu media penambah wawasan yang sangat enak untuk dimanfaatkan. Di mana dengan internet kita bisa menjelajah seluruh isi dunia dalam hitungan detik, serta tidak membutuhkan banyak biaya, apalagi kalau ada fasilitas Wifi gratis.


Memang tidak melulu dengan internet kita dapat menambah wawasan, tetapi dengan semua hal yang ada di dunia ini. Tetapi hal itu kembali pada pribadi masing-masing guru, apakah guru tersebut kreatif ataukah tidak.


Kreatifitas memang sangat diperlukan oleh seorang guru. Dengan tingkat kreatifitas yang tinggi maka akan berimbas pada cara mengajarnya, di mana selalu ada yang terbaru dan tentunya semakin mempermudah proses belajar mengajar.


Tetapi zaman sekarang ini masih banyak guru-guru yang tetap menerapkan teori lama sebagai teknik mengajar mereka, yaitu teknik yang membuat siswa menjadi bosan saat proses belajar mengajar. Di daerah-daerah juga masih banyak guru yang sama sekali tidak bisa mengoperasikan komputer, nah apalagi internet. Jadi jika dalam setiap daerah rajin menggelar workshop pelatihan yang berkenaan dengan meningkatkan kekreatifitasan guru, maka hal itu akan menjadikan guru sebagai sebuah manusia yang memberikan jasanya dengan maksimal serta sesuai dengan perannya sebagai menjadikan manusia lebih pintar. Dalam istilah Jawa guru berarti digugu lan ditiru (dipatuhi dan dicontoh), berdasarkan perumpamaan Jawa tersebut dapat diketahui bahwa seorang guru memang dituntut untuk mengetahui hal-hal lebih dahulu sebelum muridnya (orang yang pintar). Sebenarnya orang yang pintar ialah orang yang lebih dahulu tahu.


Ontologi Sastra Hedonisme


Mengenai ontologi sastra hedonis itu sendiri, saya memang tidak menjelaskan secara sistematis. Keberadaan sastra hedonis itu sendiri menurut saya adalah gambaran sebuah teks sastra yang pada dasarnya membidik dunia hedonis. Hedonis secara harfiah memang mengacu pada manusia yang mengakui bahwa tujuan hidup adalah mencari kenikmatan. Bila dibenturkan dengan karya sastra, hedonis itu mengacu pada dunia yang memiliki warna senada dengan konsep hedonis itu sendiri. Hal itu dapat dirujuk dalam karya sastra yang sering menampilkan seperti dunia pelajar yang penuh dengan warna-warni kenikmatan dunia. Pelajar digambarkan sebagai manusia-manusia yang paling terkini dalam hal life style.

Munculnya sastra hedonis itu sendiri menurut saya merupakan pengaruh dari perputaran life style yang begitu cepat akibat strategi kapitalis. Pengaruh budaya yang dibentuk kapitalis inilah yang nantinya membentuk warna tersendiri karya sastra hedonis. Pembacaan saya terhadap karya sastra yang saya katakan sebagai sastra hedonis tersebut secara tidak langsung menemukan titik-sambung yang menghubungkan antara gaya hidup yang digambarkan dalam sastra hedonis dengan produk-produk budaya kapitalis.

Mengenai postrukturalis yang menurut Anda tidak mengurusi hal itu, hal itu dapat diterima. Akan tetapi, pembacaan yang menganggap bahwa apa yang disuguhkan dalam teks sastra hanyalah kebetulan semata dan bersifat netral tanpa ada ruh yang lain di dalamnya juga sangat disayangkan kalau dibiarkan apa adanya. Saat teks sastra dipandang sebagai penggambaran dunia begitu saja, saat itulah pembacaan karya sastra hanya dalam permukaannya semata. Inilah menurut saya tentang pandangan Heidegger bahwa ada kedalaman dalam sebuah permukaan. Ada garis-garis ruh dalam sebuah teks yang saling menghubungkan antara yang gamblang dan yang terselubung.

Saya memang tidak mendalami betul mengenai pemikiran Deleuze dan Guattari. Yang sedikit saya tahu bahwa kedua pemikir tersebut seperti dua mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kedua pimikir tersebut yang saya tahu juga dipengaruhi oleh Freud, Lacan, Marx, dan pada dasarnya teori yang disuguhkan mengenai hasrat yang konsepnya diambil dari pemikiran Nietzsche. Dari teori hasrat Deleuze dan Guattari, ada sedikit pijaran hubungan antara manusia dengan kemampuan dirinya untuk mengendalikan desire. Saya tidak begitu mampu menguraikan pemikiran keduanya terlalu dalam. Yang pasti dalam diri manusia tersimpan apa yang dinamakan mesin hasrat (desiring machine). Oleh sebab itu, ada skizo yang menyebabkan manusia tidak pernah menetap dalam keadaan. Hasrat dalam hal ini bersifat revolusioner. Kandungan hasrat skizofrenik pada dasarnya merupakan pembebasan diri dari sebuah tatanan. Menurut Deleuze dan Guattari, kaptalisme pada dasarnya ingin menjinakkan hasrat tersebut. Sedangkan Dick Hebdige mengemukakan bahwa ”...ada konsumen skizofrenik yang terdisintegrasi ke dalam rangkaian kesesatan-kesesatan (instant) yang tak mampu mereka cerna, yang terperangkap ke dalam keberadaan di mana-mana dan seketika citraan dan informasi yang dikomodifikasi, dan hidup selama dan hidup selamanya di dalam chronos (ini-lalu-ini-lalu-ini-lalu-), tanpa pernah mampu menemukan jalan menuju tempat suci kairos (kehidupan siklus, mistis, dan bermakna)”. Saat itu, hasrat mulai tenggelam dalam budaya kapitalis tersebut. Ketika manusia tenggelam dalam budaya tersebut, mereka akan mengeluarkan apa pun yang dimilikinya untuk menukarkan dengan ekstasi-ekstasi yang saya katakan sebagai hedonis tersebut. Itu yang saya ketahui dari kedua pemikir tersebut.
Manusia Minimalis dan Pandangan Heidegger tentang Misteri Keseharian

Dalam pembacaan-ulang, justru klaim-klaim andalah yang mesti dipertanyakan: Benarkah Kapitalisme menjadi pemicu adanya budaya yang menuhankan kecepatan dan percepatan? Benarkah mall sekarang tidak lagi menjadi pusat perjual-belian tetapi lebih mengarah pada perputaran life style? Benarkah manusia tidak mampu mengontrol dirinya melainkan telah dikontrol televisi? Benarkah dunia virtual justru dijadikan kebenaran yang diyakini manusia? Benarkah manusia telah kehilangan kesadarannya dan menjadi manusia konsumer? Siapakah manusia minimalis itu dan dimanakah letak mereka jika dibanding anda, misalnya?
Dalam Antara Minimalisme dan Pluralisme: Manusia Indonesia dalam Serangan Posmodernisme Yasraf Amir Piliang membagi dua jenis manusia posmodern, yakni posmodern minimalis dan posmodern pluralis. Manusia posmodern minimalis memiliki ciri sebagai manusia ironi, manusia skozofrenik, dan manusia fatalis. Posmodern minimalis yaitu manusia yang merayakan prinsip dekonstruksi radikal, yang menolak setiap bentuk kategorisasi, demi membela relativisme radikal. Posmodern pluralis lebih menghargai kembali kejamakan dari golongan mengangkat yang dulu dimarginalkan oleh narasi besar.

Mengenai larutnya manusia dalam layar televisi atau dunia virtual sebagai kebenaran yang diakui, pada dasarnya hal itu memang tidak selamanya. Saya tidak bermaksud menggeneralisasikan sebuah realita. Akan tetapi, ini sebuah kondisi di mana manusia mulai berpaling dalam dunianya menuju dunia yang disajikan oleh televisi dan virtual, begitu juga mall tidak berarti total lenyap sebagai pusat perjual-belian. Yang perlu diperhatikan ialah mulai adanya nuansa pergeseran tersebut. Setiap pergeseran tidak harus diartikan perpindahan secara mutlak.

Konsep manusia yang mulai larut dari sesuatu di luar dirinya pernah juga disinggung oleh Heidegger dalan Sein und Zeit mengenai tenggelamnya manusia dalam keseharian. Ketika manusia mulai tenggelam dalam keseharian, manusia tidak mengalami keotentikan dalam dirinya. Eksistensi manusia seperti kondisi saat berenang. Saat muncul dari permukaan air, kesadaran akan dirinya mulai dimiliki, akan tetapi ketika tenggelam dalam permukaan air manusia mulai tidak sadar akan kehidupannya.
Dalam memandang percepatan dan kecepatan ada sekelebat keberadaan waktu yang disinggung. Kapitalis pada dasarnya menjadikan waktu sebagai bahan eksploitasi dan manipulasi.

Di manakah letak manusia minimalis bila dibandingkan dengan saya? Pertanyaan ini sangat menarik. Manusia minimalis bisa saja di dekat saya, dan juga dalam diri saya sendiri, dan juga manusia lainnya. Selama hasrat yang ada dalam diri manusia tidak lagi dapat dikontrolnya.
Menghargai atau Menghendaki?

Saya bukan manusia yang mengagung-agungkan modernisme maupun posmodernisme. Kadang saya juga menggunakan ”produk” posmodern untuk memecahkan permasalahan. Namun, kadang saya menjumpai permasalahan yang justru dimunculkan oleh posmodern itu sendiri. Jika, merujuk pada pendapat postrukturalis, Anda tidak akan pernah dapat menemukan gambaran mengenai ”menghendaki perbedaan”. Tetapi, bila Anda mampu menangkap spiritualitas yang terjadi sesungguhnya, justru postrukturalis menghendaki perbedaan di balik keinginan untuk menghargai perbedaan. Seperti halnya, ada sebuah kebenaran yang telah diakui kemapanannya. Dalam pandangan tersebut, kebenaran perlu dipertanyakan kembali. Ketika mengadakan pembacaan ulang, di situlah keinginan untuk menghadirkan sebuah perbedaan mulai muncul. Ingatkah Anda tentang buku Agus Mustofa mengenai Adam juga dilahirkan seperti halnya manusia yang merupakan hasil penafsiran ulang dari kitab suci Al-Quran? Pernahkan Anda membaca salah satu buku berpredikat International Best Seller yang mempertanyakan kembali tentang pengkhianatan Lucas terhadap Yesus? Menurut saya, memberikan batasan mengenai menghargai dan menghendaki perbedaan dalam pandangan postrukturalisme memang agak sulit. Oleh sebab itu, Yasraf sendiri tampaknya malu-malu untuk menyatakan bahwa posmodern saat ini lebih pada manimalis, sehingga untuk mengimbanginya ia mengeluarkan manusia posmodern pluralis.

Menurut saya, antara minimalis dan pluralis pada dasarnya dapat dikatakan saudara kandung. Mulanya posmodern lebih menghargai perbedaan, namun seiring terlalu ”nyaman” akan penghargaan tersebut, penghendakan perbedaan pun mulai muncul. Oleh sebab itu, tidak tertutup kemungkinan selama ada pengakuan tunggal atas kebenaran, dekonstruksi pun mulai mengambil bagian. Saat itu terjadi, yang ada bukan pluralis lagi, melainkan superpluralis yang pada dasarnya sama dengan minimalis.

Mas Audifax, saya mulai sadar ketika saya menggunakan legitimasi untuk membukan pertanyaan kepada Mas saat itu. Saya pun mulai terjebak nuansa perlawanan. Untuk mendekati nuansa perlawanan, Marxis akan ke luar sebagai gambaran teori yang mempengaruhi. Saya sangat tertarik ketika pemikiran saya mulai didekonstruksi. ”Pemikiran” saya adalah teks dan saya pun siap untuk menerima dekonstruksi tersebut.

Kadang saya mulai meragukan visi posmodern serta postrukturalis itu sendiri yang sangat berambisi mematikan identitas, walaupun hal itu tidak pernah diakui oleh postrukturalis itu sendiri. Pernyataan ini bukan berarti saya meletakkan visi modernisme sebagai kebenaran. Saya menolak adanya narasi besar yang mengekang pula.

Saya tertarik dengan pemikiran Yasraf Amir Piliang dan pemikiran biliau pun memengaruhi pemikiran saya, tapi bukan berarti saya akan menerima begitu saja tentang pemikiran beliau. Saya pun juga memberikan kritik terhadap pemikiran beliau mengenai politik tubuh, namun kritik tersebut terbatas pada kemampuan saya. Pemikiran beliau sebenarnya penuh dengan kekuatiran tentang budaya posmodern tersebut, namun tampaknya beliau sedikit ”malu-malu” untuk mengungkapkannya. Mungkinkah ada rasa sungkan di tengah-tengah ”gemerlapnya” pemikiran postrukturalis? Bukankah Nietzsche sendiri juga pernah berpensan bahwa ketika manusia menyanjung-sanjung pikiran tanpa adanya pemikiran-ulang, justru manusia tersebut tidak pernah berfilsafat.

Postrukturalis menurut saya tetap sebuah langkah pembacaan-ulang YANG TAK TERSELESAIKAN, dan begitu juga dengan kegelisahan saya yang tak terselesaikan.

Gilang, Si Anak Logam

Hitam legam warna kulitnya. Warna rambutnya sedikit pirang. Tetapi dia bukanlah seorang warga negara Eropa atau Amerika. Dia hanya seorang manusia biasa yang sehari-hari tetap nasi sebagai makanan pokoknya. Pakaian lusuh selalu menempel di tubuhnya, begitu juga dengan celana yang dikenakan. Tapi untuk hari ini saja celana yang dipakainya terlihat lumayan bisa dipandang.

Sehari-hari Gilang tetap seperti anak-anak pada umumnya. Pagi sampai siang sekolah, dan sore hari bermain-main. Tetapi yang menjadi agak beda ialah permainan apa yang dimainkan Gilang dan kawan-kawannya. Mungkin kali ini yang dimainkan Gilang ialah sebuah permainan yang mendapatkan uang. Bisakah ini dikatakan sebagai pekerjaan. Bisa iya bisa tidak.

Setiap pulang sekolah sekitar pukul 12.00 WIB Gilang biasanya langsung menimba air untuk kebutuhan mandi adik-adiknya. Gilang merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Adik-adik Gilang masih kecil-kecil. Sedang kakaknya telah bekerja di Gresik sebagai buruh pabrik dan pulangnya hanya setiap Lebaran. Setelah rutinitas yang dia kerjakan selesai dia langsung berganti pakaian main (pakaian khusus). Apa Gilang orang kaya sehingga untuk main saja mempunyai pakaian khusus. Gilang bukanlah seorang anak kaya, dia hanya seorang anak tukang becak dan penjual rokok di pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Pakaian khusus tersebut ialah pakaian yang sebenarnya pakaian yang tidak lazim dipakai, mengapa? Karena pakaian tersebut sudah banyak yang sobek dan warnanya pun tidak tampak seperti aslinya. Permainan yang akan dilakukan Gilang memang mengandung banyak resiko, makanya pakaian yang digunakan harus pakaian yang memang kotor dan jelek, maksudnya untuk menjaga agar pakaian yang bagus tetap bisa dipakai hingga tahun-tahun ke depan.

Permainan Gilang juga bisa dikatakan sebagai pekerjaan. Permainan tersebut ialah mencari uang logam yang dilemparkan penumpang kapal dari atas kapal ke arah laut. Gilang bersama teman-temannya biasa mendapat julukan anak logam. Maksudnya ialah anak-anak yang mencari rezeki lewat uang logam yang dilemparkan penumpang ke arah laut.

Hal ini dilakukan Gilang sekitar pukul 14.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB di pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Julukan anak logam telah hinggap di diri Gilang sejak berumur 4 tahun. Memang terbilang usia balita, tetapi hanya itu yang bisa Gilang kerjakan untuk mendapatkan uang tambahan sebagai penambal kebutuhan sehari-hari keluarganya. Teman-teman Gilang memang ada banyak yang menjadi anak logam, bahkan diantaranya ada yang sudah berumur dewasa, sekitar 23 tahun, sebut saja Edi namanya. Edi merupakan salah satu anak logam yang berusia dewasa. Tetapi biasanya yang berusia dewasa ini banyak mengalah terhadap anak-anak kecil seperti Gilang. Misalnya ada seorang penumpang yang melemparkan uang logam ke arah laut maka dia (anak logam dewasa) tidak akan berebut dengan anak logam yang masih berusia kecil, biasanya dia mengalah.

Sehari-hari hanya itu saja yang bisa Gilang lakukan dengan teman-temannya. “Gilang, Mas biasae oleh uakeh” (Gilang, Mas biasanya dapat banyak) begitulah celoteh serang temannya Hendri namanya. Dari pekerjaan tersebut biasanya penghasilan yang didapat tidak menentu. Hasil yang mereka dapatkan bergantung banyak sedikitnya jumlah penumpang yang melemparkan logam ke arah anak logam. Kebiasaan unik anal logam ialah jika uang yang dilemparkan penumpang dapat diraihnya dia langsung bilang “Nas” dan langsung memasukkan uang tersebut ke dalam mulutnya. “Nas” dalam bahasa banyuwangi tidak memiliki arti hanya sebuah tanda peringatan bahwa dia telah mendapatkannya.

Hasil yang banyak didapatkan biasanya sekitar hari raya (sebelum dan sesudah). Hari-hari tersebut merupakan hari mudik bagi pekerja dari pulau Jawa yang mencoba mencari nafkah di pulau Bali. Bagi penumpang-penumpang di atas kapal hal ini (anak logam) dianggap sebagai sebuah tontonan yang mengasyikkan. Di mana mereka (anak logam) saling berebut, berenang bagai ikan lumba-lumba dengan cepatnya, dan hal yang sangat menakjubkan ialah kekuatan mereka dalam menyelam demi mendapatkan uang logam. Anak logam dalam melakukan penyelaman dengan tidak menggunakan alat selam dapat menempuh jarak 50 m dari permukaan air laut. Sebuah ukuran yang sangat menakjubkan yang dilakukan oleh anak-anak kecil. Tontonan lain yang bisa disaksikan para penumpang kapal ialah atraksi terjun bebas dari atas kapal yang dilakukan oleh anak logam. Mereka (anak logam) melakukan terjun dari atas kapal (tepatnya dianjungan kapal) ke laut. Gaya mereka seolah-olah mirip dengan atlet loncat indah. Salto belakang dan depan merupakan hal lazim yang harus dilakukan oleh anak logam dalam setiap penerjunan.

Kegiatan anak-anak logam tersebut merupakan daya tarik tersendiri untuk Kabupaten Banyuwangi pada umumnya dan pelabuhan Ketapang, Banyuwangi pada khususnya. Tetapi dibalik itu semua mereka hanyalah seorang anak yang berusaha mencari sepeser uang untuk biaya hidup mereka. Kegiatan yang mereka anggap menyenangkan dilakoni dengan keceriaan yang tampak dari wajah Gilang dan anak logam lainnya. Gilang merupakan salah satu contoh pahlawan keluarga. Anak logam memang selalu menjadi ikon pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Salah satu pekerjaan yang sangat dekat dengan bahaya.

Cowok Metroseksual

Perkembangan zaman memang sangat cepat berjalan. Berbagai Bentuk kehidupan (Life Style) yang sangat bervariasi. Dari gay, bencong (hehe..bedanya apa ya?) PSK, pria feminin (la apa coba bedanya ma bencong?).

Keindahan sebuah kehidupan memang bergantung pada diri seseorang tersebut yang menjalani hidupnya. Apakah ia hendak menemani hidupnya dengan sesuatu yang kelam ataukah dengan sesuatu yang terang.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

COWOK

Cowok? apa yang dimaksud dengan cowok. Cowok sama dengan lelaki (ya memang sapa), ialah jenis manusia yang mempunyai kelamin jenis pria (penis). Di dunia ini memang manusia diciptakan ada dua jenis yaitu Perempuan dan Laki-laki.

Apa yang membedakan Laki-laki dan Perempuan?
tentunya yang membedakan ialah jenis kelaminnya, tingkah lakunya, serta yang paling kentara ialah gaya hidupnya.
Saya sebagai seorang pria tentunya banyak mendapat pengalaman tentang apa yang dimaksud sendiri dengan cowok.
Bagaimana saat Anda mengucapkan cowok? terasa enek atau terasa asing, dari pada Anda mengatakannya dengan istilah Laki-laki.
kesan yang terasa pasti akan lebih gentle bila mengatakan dengan sebutan cowok.

Sebenarnya itu semua sama saja, bergantung saat kondisi, dan situasi seperti apa kita mengucapkannya (melafalkannya).
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

COWOK METROSEKSUAL

Pernahkah Anda mendengarkan istilah tersebut?

Iya cowok metroseksual, yang selalu identik dengan Life Style para lelaki kota-kota besar. Mereka (cowok) terbiasa dengan hal yang namanya berdandan. tetapi yang menjadi pertanyaan apakah setiap cowok metroseksual ialah cowok yang sesuka berdandan? kalau iya, lalu apa bedanya dengan banci?

Kalau menurut kata hati saya (cuit...cuit). Cowok metroseksual ialah cowok yang secara faktor kelaminnya ialah murni pria, tetapi dia ialah seorang yang sangat memperhatikan penampilannya. Jadi bila dikatakan suka berdandan rasanya kurang tepat, yang lebih tepat menurut saya ialah cowok yang selalu tampil Fashionable.

Adapun ciri-ciri dari cowok metroseksual menurut pengamatan saya berdasarkan cara hidup anak muda di kota Surabaya.

1. Selalu tampil wangi (pokoknya No Parfum, No Jalan)
2. Selalu tampil rapi
* tetapi sekarang anak muda Surabaya lebih di dominan bergaya hidup ala anak PUNK.
3. Antara baju dan celana selalu terlihat matching
4. Selalu tampak kesempurnaan dalam dirinya
5. Selalu tampil bersih
6. Sangat menjaga etika kesopanan
7. Tidak bergaya Ndeso, sepeti berbicara dengan nada tinggi, dll
8. Dalam berpenampilan selalu mengikuti trendsetter, serta selalu mencari hal yang terbaru, misalnya sangat suka mencoba-coba pakaian yang lagi nge-trend

Cowok metroseksual memang tidak buruk adanya. Tetapi jika saja yang dilakukannya sangat berlebihan maka dirinya pasti akan dicap sebagai Banci (mungkin karena terlalu over dalam berdandan).

LareOsing.org


Apa yang akan dilakukan oleh anak bangsa untuk bangsanya?

Apa yang akan dilakukan anak negeri untuk negerinya (padahal sama saja)?

Tingkah untuk mengembangkannya kali, tapi jawaban tersebut memang ia adanya. Kita tengok banyak sekali anak-anak muda yang memiliki pemikiran yang sangat kreatif mengolah hasil pemikirannya demi memajukan apa yang dimilikinya.

Semua tingkatan kecerdasan memang selalu menjadi titik dasar sebuah perkembangan. Perkembangan yang menuntuk tidak merta perubahan zaman, tapi perubanhan yang menuntut untuk merubah zaman seperti tingkah laku kita (sebuah perubahan untuk menjadi lebih baik) bukankah begitu?

Kita melihat ada banyak sekali anak muda yang tengah asyik dengan kehidupannya sekarang, mereka berasyik-asyik ria dengan apa yang apa di hadapannya tanpa memikirkan apa yang mereka miliki. Sebenarnya hal tersebut memang mutlak adanya, maksudnya setiap manusia memang berhak untuk melakukan hal tersebut karena hal tersebut memang sebuah hak yang harus dilakukan.



PERJUANGAN ANAK MUDA BANYUWANGI

Banyak sekali cara yang dilakukan oleh anak-anak muda zaman sekarang untuk menjunjung tinggi apa yang dia punya, dengan inilah atau dengan itulah. semua itu mempunyai tujuan yakni mengangkat setinggi-tingginya apa yang dia miliki.

Kini telah hadir (tapi kayaknya udah lama hadirnya) sebuah karya anak bangsa (lebih tepatnya karya anak Banyuwangi) yaitu sebuah ruangan untuk berbagi cerita dan berbagi segalanya.

Ruangan ini (maksudnya situs Jrenk) yaitu tempat atau rumahnya warga Banyuwangi diseluruh dunia. Jika kangen pada tanah kelahirannya silahkan saja mempir ke sini. Di sini selain adanya sebuah forum juga ada berbagai hal yang ada di kabupaten yang terluas di Jawa Timur ini. Laros (sebutan untuk warga Banyuwangi) memang ingin sekali mempunyai wadah yang nantinya dapat menyatukan seluruh Laros-Laros yang telah tersebar di berbagai penjuru dunia.

Adanya ruangan ini memang belum saya ketahui betul siapa yang memprakarsainya, tetapi jika ditelaah lebih lanjut kayaknya anak-anak Stikom Banyuwangi yang menjadi pemrakarsa hal ini.

Jadi jangan lupa untuk kalian semua yang merasa pernah singgah dan masih berstatus sebagai warga Banyuwangi (Lare Osing) silahkan berkunjung di http://lareosing.org
sedangkan untuk forumnya silahkan klik http://forum.lareosing.org
dan jangan lupa Namaku dalam forum itu yeye gering